HARUSKAH MORATORIUM PISA ?
Tatkala kami posting pemberitaan mengenai draft kebijakan Penyederhanaan Kurikulum yang di keluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemdikbud melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan dengan judul "KURIKULUM 2021 AKAN MENYENGAT BANYAK PIHAK, BENARKAH ?" , maka belum 1x24 viewernya mencapai lebih dari 15.000, tidak hanya sampai disitu saja, berbagai macam reaksi juga bermunculan, karena memang topik ini lagi hangat. Ya, ada yang reaksinya Reaktif dengan Gejala yang tampak, dan ada juga yang Reaktif meski tanpa Gejala, namun ada juga yang non-Reaktif karena tidak tahu jika dia turut terpapar.😁
Namun pada kesempatan ini kita tidak akan membahas tentang itu, kita akan membahas tentang topik yang tidak kalah menariknya yang mengiringi postingan tersebut di berbagai group media sosial yang ada. Kami melontarkan wacana MORATORIUM PISA dalam menyikapi kebijakan AKM-SK (baca juga: Asesmen Kompetensi Minimum 2021 (AKM) Dan Survei Karakter) yang akhirnya juga menjadi diskusi HANGAT dibeberapa group yang kami ikuti.
Untuk itu kami buat tulisan ini, untuk membuka wacana mengenai perlu tidaknya kebijakan Moratorium PISA diambil ?
PISA yang diselenggarakan tiap 3 tahun sekali selalu diikuti oleh Indonesia tanpa absen sekalipun dan hasilnya selalu KONSISTEN berada jauh dibawah harapan dari ekpektasi yang ada, termasuk hasil PISA Tahun 2018 (baca DISINI) seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu berada dibarisan juru kunci, bahkan dibawah negara-negara tetangga kita.
Dahulu, kita BERTANDING di International acuannya adalah PISA, sementara didalam negeri modal kita mengGunakan UN dalam menghadapi PISA tersebut. Sekarang kita masih akan menggunakan PISA untuk bertanding di International pada tahun 2021 dan modalnya adalah AKM-SK. Pertanyaanya apakah modal itu cukup untuk bertanding di PISA kali ini?
Untuk AKM mungkin sudah cukup jika dipandang dari sisi penyelenggaraannya, karena Kemdikbud dalam hal ini Puspendik sudah berpengalaman mengadakan AKSI (PISAnya Indonesia) dalam beberapa tahun terakhir dan tentunya sudah memiliki kajiannya juga. Namun untuk SK (Survei Karakter) ini yang masih menjadi tanda tanya. Disisi lain, AKM sendiri jika dikoneksikan dengan PISA, belum dapat mengukur sisi Sains-nya karena baru sebatas Literasi dan Numerasi. Literasinya pun mungkin baru pada sisi Membaca dan memaknai isi bacaan, belum sampai pada Menulis dan Berbicara yang masih sulit "disentuh" sebagai rangkaian untuk dapat dikatakan LITERATE atau "Cakap".
Berkali-kali kita bertanding di PISA selalu KALAH TELAK, karena persiapan kita tidak pernah matang dan pertandingan nasional kita adalah UN yang berbasis KI/KD mata pelajaran sebagai alat ukurnya untuk menantang PISA yang basisnya adalah Literasi, Numerassi dan Sain yang Tematik Integratif.
Sekarang alat ukur kita untuk menantang PISA adalah AKM-SK, Cukupkah Modalnya?
Jika belum cukup, lebih baik kita MORATORIUM PISA dulu hingga kita benar-benar siap. Tanda kesiapan itu terlihat dari hasil AKM-SK yang baru bisa TERBACA paling tidak untuk 3 tahun mendatang yakni tahun 2023, jika hasil Evaluasi AKM-SK ini menunjukkan kenaikan yang SIGNIFIKAN, maka pada PISA tahun 2024 kita baru bisa ambil bagian kembali.
Untuk itu, sebaiknya pada tahun 2021 kita absen dahulu dari "pertandingan" PISA, untuk menyiapkan modalnya dalam bertanding, mulai dari modal siswanya, gurunya hingga sarana-prasarana, bahkan sampai dengan kurikulum yang mendukungnya.
Mengapa? Karena ikut PISA itu bayar, dan kita sudah tau hasilnya akan seperti apa, karena AKM-SK pun belum APEL TO APEL untuk menjadi modal bertanding di PISA, belum lagi modal lainnya yang terkait dengan pertandingan tersebut.
Jika masih ikut bertanding pada PISA 2021 maka bisa dikatakan NEKAT, dengan modal "keberanian" yang selalu dimiliki selama ini dalam bertarung dan bertanding di PISA. Sebaiknya persipakan dulu modalnya dalam bertanding, daripada babak belur karena hasilnya sudah bisa terbaca, sebab "keberanian" saja tidaklah cukup sebagai modalnya, perlu strategi juga semisal Vietnam yang sempat absen dari pertandingan ini karena strategi cerdasnya.
Bisakah kita mengabaikan PISA sebagai salah satu Instrumen untuk melihat kondisi pendidikan kita ? Jawabnya tentu boleh-boleh saja, terlebih jika biaya untuk melakukan assesment semacam PISA ini cukup besar namun tidak cukup signifikan berdampak bagi perubahan pendidikan di Indonesia. Untuk itu ada baiknya Indonesia melakukan Moratorium dengan tidak mengikuti assesment tersebut (PISA) sampai kita yakin dapat secara signifikan memperbaiki dan meningkatkan hasilnya.
Bagaimana menurut anda? Silahkan disimpulkan sendiri, kami hanya berwacana sebagai sebuah masukan positif untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Salam dari ibukota negara!
Fathur Rachim (Mandikbud)
Ketua Umum HIPPER Indonesia (https://hipper.or.id)
https://fathur.web.id
Setuju dgn pak fathur
BalasHapusSiap, 86 ndan
HapusBangeet setuju...mundur satu langkah untuk maju sepuluh langkah..
BalasHapusBener sekali
HapusSalfok sama kata dalam kurung...ManDikBud....apa tuh? he...he
BalasHapusSependapat dengan pendapat Pak Fathur...semoga pihak terkait membaca tulisan ini.
Mantap sanak
Hapus